LAPORAN
OBSERVASI
“PROSES
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SESUAI KTSP pada SMALB AL AZHAR
BUKITTINGGI”
Diajukan
untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah
Pengembangan Kurikiulum II
Oleh:
Kelompok
V
PMTK
V-B
Richi Putra Rualen 2410.051
Riri Despia Nopa 2410.052
Dian Ramadani Safitri 2410.057
Khodilla 2410.0
Latifah Autama 2410.082
Mery Pristianingrum 2410.0
Akbar Yusuf 2410.0
Wilmarita 2410.0
Dosen
Pembimbing :
Isnaniah,
M.Pd
Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri(STAIN) Syech M
Djamil Djambek Bukittinggi
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kurikulum memiliki kedudukan yang
sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Melalui kurikulum, sumber daya manusia dapat diarahkan, dan kemajuan
suatu bangsa akan ditentukan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan
sesuai dengan tahap perkembangan anak, kebutuhan pembangunan nasional, serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkembangnya demokrasi dalam
penyelenggaraan pendidikan diikuti dengan perubahan pengelolaan pendidikan dari
pengelolaan sentralistik menjadi desentralistik. Hal ini tidak terlepas dari
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah dan dilanjutkan
denga pelaksanaan otonomi daerah memberikan peluang yang cukup luas pada daerah
untuk menentukan kebijakankebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah
masing-masing termasuk penyelenggaraan pendidikan. Implikasi dari kebijakan
tersebut berdampak pada desentralisasi kurikulum, sebagaimana diketahui bahwa
kurikulum merupakan substansi pendidikan yang sangat penting.
Dengan desentralisasi kurikulum
terutama pada pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
didukung oleh manajemen berbasis sekolah memungkinkan tiap-tiap sekolah untuk
merancang dan mengembangkan pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan
kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah masing-masing. Hasil
pengembangan tersebut akan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
yang akan diselenggarakan pada sekolah-sekolah masing-masing. Pengembangan KTSP
yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar
nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum.
Struktur Kurikulum
dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran. Peserta
didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, (1) peserta didik
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan
(2) peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah
rata-rata.
Kurikulum Pendidikan
Khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal,
program khusus, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan
ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan.
Program khusus berisi
kegiatan yang bervariasi sesuai degan jenis ketunaannya, yaitu program
orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi
bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik
tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan
sosial untuk peserta didik tunalaras.
Peserta didik
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar
meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai
dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang
sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian
dalam hidup sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam kegiatan observasi ini, kami
membatasi masalah yang akan kami bahas yaitu proses pelaksanaan pembelajaran
matematika sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) pada Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa ( SMALB ).
C.
Tujuan
Observasi
1.
Untuk
memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah pengembangan
kurikulum II.
2.
Untuk
mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran matematika sesuai
KTSP pada SMALB.
3.
Untuk
mengetahui apakah kegiatan belajar mengajar yang diterapkan guru
pada SMALB tersebut sesuai dengan RPP yang telah dibuat.
4.
Melihat model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru matematika saat proses pembelajaran pada SMALB.
D.
Waktu
dan Tempat Observasi
Observasi
dilaksanakan pada,
Hari/tanggal :
Selasa/ 23 Oktober 2012
Waktu :
07.45 s/d 12.30
Tempat :
SMALB
AL AZHAR Bukittinggi
E. Objek Observasi
1.
Guru
mata pelajaran matematika kelas X Ibu ..........
2.
Siswa-siswa
kelas X
tuna rungu di SMALB
AL AZHAR Bukittinggi
F. Manfaat Observasi
1.
Dapat
mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran matematika sesuai
KTSP pada SMALB AL AZHAR.
2.
Dapat
mengetahui kesesuaian RPP dengan proses pembelajaran matematika
pada SMALB AL AZHAR.
3.
Mengamati model pembelajaran matematika
yang efektif.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A.
Metode/Teknik
Pembelajaran Matematika
Wina Senjaya, 2008 mengemukakan
bahwa strategi
pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran sifatnya masih
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode
pembelajaran tertentu.Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4)
simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8)
debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran
dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
B.
Apa
itu KTSP ?
KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK)
adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan/sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling
lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP. Terkait dengan
penyusunan KTSP ini, BSNP telah membuat Panduan Penyusunan KTSP. Panduan ini
diharapkan menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
C.
Komponen – Komponen KTSP
KTSP ada empat komponen, yaitu :
1.
Tujuan
Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan berikut. Tujuan pendidikan menengah adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
Struktur
dan Muatan KTSP,
Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yang dikembangkan
dari kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
a.
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b.
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c.
Kelompok
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
d.
Kelompok
mata pelajaran estetika
e.
Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 7.
Muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan meliputi sejumlah
mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi
peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan
kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
Struktur Kurikulum
dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran. Peserta
didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, (1) peserta didik
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan
(2) peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah
rata-rata.
Kurikulum Pendidikan
Khusus terdiri atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal,
program khusus, dan pengembangan diri.
Muatan lokal
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan
lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Program khusus berisi
kegiatan yang bervariasi sesuai degan jenis ketunaannya, yaitu program
orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi
bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik
tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan
sosial untuk peserta didik tunalaras.
Pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, dan minat setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan
yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Peserta didik
berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar
meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang
disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum
yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian
dalam hidup sehari-hari.
Peserta didik
berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual di bawah ratarata, yang
berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi, semaksimal
mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara inklusif
pada satuan pendidikan umum sejak Sekolah Dasar. Jika peserta didik mengikuti pendidikan
pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus, didorong untuk dapat melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama umum. Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau
tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, setelah
menyelesaikan pada jenjang SDLB dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMPLB, dan
SMALB. Untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik yang memerlukan pindah jalur
pendidikan antar satuan pendidikan yang setara sesuai dengan ketentuan pasal.
12 ayat (1).e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum satuan Pendidikan Khusus
dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Kurikulum
untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di
bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB A, B, D, E; SMPLB A , B, D,
E; dan SMALB A, B, D, E (A = tunanetra, B = tunarungu, D = tunadaksa ringan, E
= tunalaras).
2. Kurikulum
untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di
bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLB C, C1, D1, G; SMPLB C, C1,
D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G. (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita
sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).
3. Kurikulum
satuan pendidikan SDLB A,B,D,E relatif sama dengan kurikulum SD umum. Pada
satuan pendidikan SMPLB A,B,D,E dan SMALB A,B,D,E dirancang untuk peserta didik
yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan
pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi.
4. Proporsi
muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A,B,D,E terdiri atas 60% - 70%
aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan vokasional. Muatan isi
kurikulum satuan pendidikan SMALB A,B,D,E terdiri atas 40% – 50% aspek akademik
dan 60% - 50% aspek keterampilan vokasional.
5. Kurikulum
satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G, dirancang sangat sederhana
sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih
individual.
6. Pembelajaran
untuk satuan Pendidikan Khusus SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1,D1,G menggunakan
pendekatan tematik.
7. Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB,
SMALB A,B,D,E mengacu kepada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik, dikembangkan oleh BSNP, sedangkan
SK dan KD untuk mata pelajaran Program Khusus, dan Keterampilan dikembangkan
oleh satuan Pendidikan Khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan
pendidikan.
8. Pengembangan
SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1,D1,G
diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang bersangkutan dengan
memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
9. Struktur
kurikulum pada satuan Pendidikan Khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada Struktur
Kurikulum SD dan SMP dengan penambahan Program Khusus sesuai jenis kelainan,
dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat
kasuistik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak
dihitung sebagai beban belajar.
10. Program
Khusus sesuai jenis kelainan peserta didik meliputi sebagai berikut.
a.
Orientasi dan Mobilitas untuk
peserta didik Tunanetra
b.
Bina Komunikasi, Persepsi
Bunyi dan Irama untuk peserta didik Tunarungu
c.
Bina Diri untuk peserta didik
Tunagrahita Ringan dan Sedang
d.
Bina Gerak untuk peserta
didik Tunadaksa Ringan
e.
Bina Pribadi dan Sosial untuk
peserta didik Tunalaras
f.
Bina Diri dan Bina Gerak
untuk peserta didik Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda.
11. Jumlah
dan alokasi waktu jam pembelajaran diatur sebagai berikut.
a)
Jumlah jam pembelajaran SDLB
A,B,D,E kelas I, II, III berkisar antara 28 – 30 jam pembelajaran/minggu dan 34
jam pembelajaran/minggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pembelajaran
dari SD umum karena ada 24 tambahan mata pelajaran program khusus
b)
Jumlah jam pembelajaran SMPLB
A,B,D,E kelas VII, VIII, IX adalah 34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran
dari SMP umum karena ada penambahan mata pelajaran program khusus
c)
Jumlah jam pembelajaran SMALB
A,B,D,E kelas X, XI, XII adalah 36 jam/minggu, sama dengan jumlah jam
pembelajaran SMA umum. Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif
dan tidak termasuk beban pembelajaran
d)
Jumlah jam pembelajaran SDLB,
SMPLB, SMALB C,C1,D1,G sama dengan jumlah jam pembelajaran pada SDLB, SMPLB,
SMALB A,B,D,E, tetapi penyajiannya melalui pendekatan tematik
e)
Alokasi per jam pembelajaran
untuk SDLB, SMPLB dan SMALB A, B, D, E maupun C,C1,D1,G masing-masing 30’, 35’
dan 40’. Selisih 5 menit dar sekolah reguler disesuaikan dengan kondisi peserta
didik berkelainan.
f)
Satuan pendidikan khusus SDLB
dan SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran/minggu untuk keseluruhan
jam pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan
peserta didik dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
12. Muatan
isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut .
a)
Muatan isi setiap mata
pelajaran pada SDLB A,B,D,E pada dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena
kelainan dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi dan/atau
penyesuaian secara terbatas
b)
Muatan isi mata pelajaran
Program Khusus disusun tersendiri oleh satuan pendidikan
c)
Muatan isi mata pelajaran
SMPLB A,B,D,E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMP
umum sehingga menjadi sekitar 60% – 70%. Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi
kurikulum ditekankan pada bidang keterampilan vokasional
d)
Muatan isi mata pelajaran
keterampilan vokasional meliputi tingkat dasar, tingkat terampil dan tingkat
mahir. Jenis keterampilan yang akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan
pendidikan sesuai dengan minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik
serta kondisi satuan pendidikan.
e)
Muatan isi mata pelajaran
untuk SMALB A,B,D,E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dari
SMA umum sehingga menjadi sekitar 40% – 50% bidang akademik, dan sekitar 60% –
50% bidang keterampilan vokasional
f)
Muatan kurikulum SDLB, SMPLB,
SMALB C,C1,D1,G lebih ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri dan
keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta
didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih
diutamakan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
g)
Pengembangan diri bukan
merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri
dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah
diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta
didik. Pengembangan diri terutama ditujukan untuk peningkatan kecakapan hidup
dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
3.
Kalender
Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai
dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam
Standar Isi.
4.
Silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran.
Silabus ini merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa
mengembangkannya menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi siswanya.
BAB III
METODE
OBSERVASI
Untuk
pengumpulan data kegiatan observasi ini , kami mengamati guru mata pelajaran
matematika selama kegiatan belajar mengajar ( KBM ) berlangsung pada kelas X
tuna rungu. Disini kami mengamati proses pelaksanaan pembelajaran matematika
pada kelas X tuna rungu ini.
Kami
mengamati apakah kegiatan belajar mengajar yang diterapkan oleh guru matematika
sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) yang telah dibuat.
Setelah mengamati kegiatan atau proses belajar mengajar di kelas X tuna rungu
kami melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika tersebut. Kami
pun mencoba untuk berkomunikasi dengan salah seorang siswa dari kelas X tuna
rungu.
BAB
IV
HASIL
OBSERVASI
A. Metode
pembelajaran matematika yang digunakan
Dalam
pembelajaran matematika pada kelas X tuna rungu ini , guru menggunakan metode
ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang dalam proses belajar guru
dan siswa saling berinteraksi dan aktif satu sama lain , baik itu dalam
menyelesaikan soal atau mencari dan membahas mengenai materi. Terbukti pada
waktu guru meminta siswa untuk mengerjakan contoh soal yang diberikan.
B. Keterampilan
yang digunakan dalam proses pembelajaran
No
|
Komponen
|
keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Keterampilan membuka pelajaran
·
Menarik perhatian siswa
·
Menetapkan acuan
·
Menciptakan interaksi
Keterampilan menutup
pelajaran
·
Menyimpulkan materi
·
Mengevaluasi
Keterampilan bertanya
·
Kejelasan dan kaitan pertanyaan
·
Kecepatan dan selang waktu
·
Pembagian dan penunjukkan
·
Jenis pertanyaan
Keterampilan memberi
penguatan
·
Penguatan verbal
·
Penguatan non verbal
Keterampilan
mengadakan variasi
·
Variasi dalam gaya mengajar
·
Variasi dalam penggunaan media
Keterampilan
menjelaskan
·
Kejelasan
·
Penggunaan contoh
·
Pemberian tekanan
·
Balikan tentang penjelasan
Keterampilan
membimbing diskusi kecil
Keterampilan
mengelola kelas
|
Guru sebelum
memasuki materi pelajaran terlebih dahulu memberi salam kepada siswanya.
Guru
menyampaikan materi apa yang akan dipelajari.
Setelah
memasuki materi pelajaran nampak adanya interaksi antara guru dan siswa.
Guru
menyimpulkan materi pelajaran.
Guru
menanyakan pada siswa apakah sudah paham terhadap materi pelajaran.
Pertanyaan
yang diajukan jelas , menggali dan mengetahui kemampuan siswa. Contohnya guru
itu menayakan berapa hasil dari
?.
Guru
memberikan waktu kepada siswanya untuk berpikir dari soal atau pertanyaan
yang diberikan.
Pertanyaan
yang diberikan guru disampaikan secara menyeluruh kepada kedua siswa tuna
rungu pada kelas itu.
Pertanyaan
yang diajukan oleh guru tersebut yaitu berupa pertanyaan permintaan. Contoh
guru meminya siswa untuk menyelesaiakn soal yang diberikan di papan tulis.
Selama belajar
guru memberikan penguatan pada siswanya setelah menyelesaiakan soal seperti
kata-kata bagus,baik,dll.
Adanya gerak
mendekati pada saat siswa mengerjakan soal.
Dalam mengajar
adanya variasi suara(rendah , tinggi) , variasi gerakan badan dan mimik dan
adanya kontak pandang.
Disini tidak
ada variasi dalam penggunaan media, media yang digunakan hanya berupa papan
tulis,spidol,penggaris.
Guru mengajar
dengan bahasa yang dimengerti oleh siswa kelas X tuna rungu tersebut sehingga
bahasa yang digunakan jelas dan berbicara lancar.
Dalam
penyampaian materi pelajaran guru memberikan contoh pada siswa.
Dalam
menjelaskan materi guru memberikan penekanan pada materi yang penting.
Setelah
menyajikan atau menjelaskan materi guru melihat mimik dari siswanya dan
mengajukan pertanyaan. Seperti bagaimana cara merasionalkan penyebut
?.
Pada saat
pembelajaran pada SMALB kelas X tuna rungu ini tidak ada menggunakan
pembelajaran kooperatif atau pembelajaran dengan membentuk kelompok.
Pada
pembelajaran terlihat bahwa siswa memperhatikan dalam proses belajar , pada
waktu salah seorang siswa tidak memperhatikan ,guru dapat membuat siswa
tersebut memperhatikan lagi.
|
BAB
V
ANALISIS
Aplikasi atau keterpakaian Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada Sekolah Luar Biasa (SLB) AL AZHAR dalam proses pembelajaran sudah berjalan
khususnya yang kami amati pada tingkat SMALB. Seperti RPP yang telah dibuat
sendiri oleh guru bidang studi matematika yang kami amati. Yang mana RPP yang
dibuat mengacu pada kurikulum pusat , dan dalam proses pembelajaran siswa aktif
dan tidak berpusat pada guru saja. Metode yang digunakan guru tersebut sudah
tepat sehingga dengan metode yang digunakan memunculkan antusias siswa tuna
rungu pada kelas X ini untuk belajar.
Dalam pelaksanaan RPP untuk pembelajaran matematika telah
terlaksana. Jadi proses pelaksanaan pembelajaran matematika pada kelas X tuna
rungu pada satu kali tatap muka yang kami amati telah sesuai dengan RPP yang
dibuat guru matematika tersebut. Tetapi menurut keterangan dari guru tersebut ,
kadangkala RPP yang dibuat tidak tercapai atau tidak dapat dijalankan seutuhnya
dalam proses pembelajaran karena faktor dari siswa tersebut, yaitu karena siswa
yang kesulitan untuk memahami atau mengerti dengan materi pelajaran sehingga
guru harus menjelaskan materi sampai siswanya paham.
Pada SLB AL AZHAR khususnya yang kami amati pada tingkat
SMALB AL AZHAR lebih mengutamakan bidang keterampilan daripada bidang akademik.
Itu terlihat atau terbukti dari pengamatan yang kami lakukan dan dari struktur
kurikulum dari SLB itu sendiri.
BAB VI
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/sekolah. Kebijakan dalam mengatur segala hal yang menyangkut
kurikulum dan pembelajaran diberikan kepada sekolah yang mengacu pada kurikulum
pusat.
Pada
SMALB AL AZHAR BUKITTINGGI pada proses pelaksanan pembelajaran matematika pada
kelas X tuna rungu telah memakai KTSP yaitu KTSP khusus untuk Kurikulum
pendidikan khusus. Terbukti dengan adanya pembuatan Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) oleh setiap guru bidang studi.
Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat tidak sepenuhnya terlaksana
karena salah satu faktornya yaitu tingkat kemampuan siswayang kesulitan dalam
memahami materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar